Bobby Nasution Dari Perhitungan Cepat Terpilih Menjadi Walikota Medan
SAUNGNEWS.CO | Benarlah peribahasa, “Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.” Peribahasa ini berlaku untuk setiap orang dan untuk setiap bidang pekerjaan. Sebutlah misalnya AHY. Dia termasuk yang beruntung. Bapaknya mendirikan partai. Lalu setelah Bapaknya itu merasa lelah bergerilya di dunia politik, jabatan ketua umum partai “diberikan” ke dia. Sekalipun banyak orang bilang, dia belum layak, tapi berkat ayahnya, dia mesti dianggap layak oleh seluruh kader.
Begitupun dengan Puan Maharani. Ia juga dianggap sebagai salah satu yang paling beruntung di negeri ini. Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, ia diangkat jadi menteri. Ada banyak suara sumbang kala itu yang mempertanyakan keputusan Jokowi mengangkat putri Ketua Umum Partai Kepala Banteng itu, tapi bagi Jokowi dialah yang terbaik. Kenapa? Karena dia anak ketua umum. Ya, namanya juga ketua umum, siapa sih yang bisa membantah? Jokowi? Oh, no!
Gibran juga disebut-sebut sebagai orang yang paling mujur. Cukup beralasan memang. Usaha martabaknya sukses besar. Buka cabang di mana-mana. Bahkan konon hingga ke luar negeri. Sukses dalam bisnis, dia lalu merambah ke dunia politik. Mencalonkan diri sebagai calon Wali Kota Solo, dengan PDIP sebagai partai pengusung utamanya. Dan dia berhasil. Dia unggul telak atas lawannya. Terlalu berani sih lawannya itu. Anak presiden kok dilawan. Ya jelas K.O-lah!
Awalnya bukan Gibran yang akan dimajukan oleh PDIP untuk bertarung dalam Pilkada Solo, tapi Achmad Purnomo, kader senior PDIP yang juga menjabat sebagai Wakil Wali Kota Solo saat ini. Tapi dia tidak cukup kuat. Dia kalah saing dari Gibran, kader yang baru seumur jagung di PDIP itu. Tapi wajar dong Achmad Purnomo kalah saing, wong (sekali lagi) lawannya anak presiden.
Tapi jika saya coba amat-amati, warga negara Indonesia yang paling beruntung pada abad ini bukan AHY, bukan pula Puan Maharani, atau Gibran, barisan anak presiden itu. Tapi Bobby Afif Nasution, sang menantu Presiden Jokowi. Kok bisa? Ya bisa saja. Mau tahu alasannya kenapa?
Yang pertama, Bobby beruntung karena dia berhasil mencuri hati putri semata wayang Presiden Jokowi. Itu bukan perkara mudah loh, guys! Anak presiden! Butuh mental baja dan kerja ekstra keras untuk melakukannya. Dan satu lagi, harus juga memiliki keberanian tingkat dewa. Karena yang dia hadapi bukan hanya sang putri, tetapi juga sang ayah (baca: Presiden Jokowi).
Dan Bobby ternyata dapat melalui tantangan yang teramat berat itu dengan baik. Saya tidak tahu entah apa yang dia sampaikan kepada Jokowi sehingga hubungannya dengan sang putri, Kahiyang Ayu, direstui. Dari sini memang sudah terlihat betapa Bobby adalah seorang pelobi ulung. Yang menjadi bekal baginya kelak untuk maju sebagai calon Wali Kota Medan.
Yang kedua, Bobby yang masih berusia 29 tahun itu, akhirnya diusung oleh PDIP bersama Partai Gerindra dan beberapa partai lainnya untuk menjadi calon Wali Kota Medan. Kehadiran Bobby bahkan menggeser Akhyar Nasution, wali kota petahana yang sebelumnya sudah digadang-gadang oleh PDIP untuk kembali dicalonkan pada Pilkada Serentak 9 Desember kemarin.
Dari segi pengalaman politik, Akhyar jauh mengungguli Bobby. Dari segi integritas, mungkin masih bisa diperdebatkan. Tapi karena Bobby adalah menantu presiden, maka pengalaman politik tadi menjadi persyaratan minor.
Sementara Akhyar? Dia bukan siapa-siapa, sekalipun sudah menjadi kader partai sejak tahun 1994 silam. Akhyar dibuang, Bobby masuk. Beruntung sekali bukan? Bobby mampu menggeser seorang kader lawas. Kenapa? Ya, karena (sekali lagi) dia menantu presiden.
Yang ketiga, Bobby akhirnya – berdasarkan hasil perhitungan cepat beberapa lembaga survei – keluar sebagai pemenang. Dia bersama wakilnya, Aulia Rachman, berhasil menggaet hati warga Medan. Padahal, jika dibandingkan dengan rivalnya, Akhyar, Bobby muncul di detik-detik terakhir. Namun lagi-lagi, betapa dewi fortuna berpihak kepada Bobby. Ia akhirnya berhasil mengalahkan Akhyar yang diusung oleh Partai Demokrat dan PKS itu.
Sebelumnya, beberapa pengamat dan lembaga survei memprediksi kalau Bobby tidak akan seberuntung Gibran di Solo. Karena selain pengalaman politiknya yang cukup minim, Bobby juga kurang dikenal di kota Medan. Kalaupun dikenal, paling juga hanya di kalangan pengusaha saja.
Di akar rumput? Akhyar jauh lebih populer. Tapi dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Bobby menjawab ramalan para pengamat dan lembaga-lembaga survei itu dengan sebuah kemenangan.
Melihat sederet pencapaian Bobby yang membuat banyak orang berdecak kagum itu, saya kira belum ada orang di negeri ini yang dapat mengimbangi keberuntungannya dalam seabad terakhir. Lihat saja, suka sama Kahiyang, cintanya berbalas. Lalu berlanjut ke pelaminan. Baru sebentar jadi menantu, dia lalu diutus bertarung di Pilkada Kota Medan dan menang pula.
Betapa beruntungnya Bobby. Menantu Soekarno, Soeharto, Habibie, Gusdur, Megawati, dan SBY, belum ada yang segemilang pencapaian dan keberuntungan Bobby, menantu Jokowi itu.
Gimana, berniat jadi menantu presiden? Enak loh. Ada banyak kemudahan yang tersedia. Lihat saja Bobby itu. Belum genap usianya 30 tahun sudah dipercaya memimpin sebuah kota besar bernama Medan. Dia yang sebelumnya bukan siapa-siapa, dia yang ngak pernah punya karier politik, dia yang ngak punya darah pejabat, tapi tiba-tiba jadi pejabat. Wuenak tenan!