Saungnews.co Muara Enim | Sabtu Kliwon tumpek kuning 26 September 2020 umat Hindu bali di Desa Jiwa Baru Dusun. 5 Kecamatan. Lubai Ilir Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan – Indonesia akan mengadakan kegiatan Hari Kuningan yang merupakan hari suci umat Hindu yang dirayakan setiap enam bulan atau 210 hari sekali, tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Kuningan.
Hal ini diutarakan, Mangku Alit di dampingi Mangku Sri dan Pak. Putu Rusi Astawa kepada team Ikatan Wartawan Online Wilayah Kota Prabumulih, pada Jum’at 25 September 2020 Pukul. 16.30 Wib, di halaman muka Pure Ped Batu Medau.
Kedatangan team IWO disambut hangat oleh masyarakat trans bali dusun. 5 desa Jiwa Baru Lubai Ilir, dalam pantauan team tampak sejumlah warga di lingkungan Pure tengah melakukan pembersihan serta persiapan guna perlehatan acara kuningan yang akan dilangsungkan esok hari.
Adapun nama – nama mangku dan pengurus Pure Ped Batu Medau, menurut Mangku Alit, untuk Pemangku berjumlah 3 orang yaitu: Pak. Mangku Sri, Mangku Anom dan ia sendiri, adapun pengurus pure kata dia berjumlah 4 orang yaitu : Pak. Putu Rusi Astawa, Gede Santre, Wayan Sumetra, Komang Wirne.
Mangku Alit menerangkan bahwa satu bulan dalam kalender Bali adalah 35 hari dimana hari Kuningan itu dilaksanakan 10 hari setelah perayaan hari raya Galungan, untuk kegiatan hari kuningan esok itu adalah kegiatan untuk yang ke-2 kalinya berlangsung di Pure Ped Batu Medau.
“Hari Kuningan esok merupakan resepsi atas hari Galungan sebagai kemenangan dharma melawan adharma, adapun dalam perayaan hari Kuningan, pemujaan ditujukan kepada para Dewa dan Pitara agar turun melaksanakan pensucian serta mukti atau menikmati sesajen-sesajen yang telah dipersembahkan,” terangnya.
Semua umat Hindu di hari Kuningan esok akan menghaturkan sembah untuk memohon berkah, keselamatan, dan kesejahteraan bagi semua umat, adapun rangkaian pelaksanaan hari raya Kuningan esok itu merupakan lanjutan dari rangkaian hari Raya Galungan, lima hari kemudian ada hari Pemacekan Agung, kemudian Penyekeban, Penyajaan, Penampahan kemudian puncak perayaannya hari raya Kuningan ada persembahan kepada para leluhur, memohon kemakmuran, perlindungan, keselamatan, dan juga tuntunan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa.
Pelaksanaan upacara ataupun persembahyangan hanya dilakukan setengah hari saja.
Sebelum jam 12 siang pelaksanaan sudah harus selesai semua karena sebelum siang hari energi alam semesta seperti kekuatan pertiwi, akasa, apah, teja dan bayu (Panca Mahabutha) mencapai klimaksnya.
Sedangkan setelah siang hari memasuki masa pralina di mana energi tersebut sudah kembali ke asalnya, dan juga para Pitara, Bhatara, dan Dewa sudah kembali ke surga.
Saat perayaan hari raya Kuningan, yang menjadi ciri khas dari isi sesajen atau persembahan umat Hindu adalah nasi kuning Mangku Alit menerangkan bahwa Perayaan Kuningan esok itu berbeda dengan pelaksanaan pada saat upacara lainnya seperti Galungan, Pagerwesi, Saraswati, dan hari suci lainnya yang menggunakan sarana nasi putih,” urai Mangku Alit.
Mangku Sri juga turut menerangkan bahwa sumbol nasi kuning itu adalah merupakan lambang sebuah kemakmuran yang telah dianugerahkan Sang Pencipta dan juga menghaturkan persembahan lainnya sebagai ucapan terima kasih manusia, berikut syukur atas segala anugerah dari tuhan sebab hari raya Kuningan merupakan perayaan turunnya Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa, para dewa dan dewa pitara ke dunia untuk melimpahkan karuniaNya berupa kebutuhan pokok.
Karena itu, maka pada hari Kuningan dibuat nasi kuning sebagai lambang kemakmuran dan dihaturkan yadnya sebagai tanda terimakasih dan suksmaning idep sebagai manusia setelah menerima anugrah dari Hyang Widhi berupa bahan-bahan sandang dan pangan yang semuanya dilimpahkan atas dasar cinta kasihNya.
Di dalam tebog atau selanggi yang berisi nasi kuning tersebut dipancangkan sebuah wayang-wayangan (malaikat) yang melimpahkan anugrah kemakmuran kepada semua umat besok perayaan Kuningan mengambil waktu pagi hari, ketika matahari mulai terbit, sebab menurut kepercaya bahwa pancaran kesucian atau situasi keheningan didapat pada waktu tersebut.
Pada saat itu, dipasang hiasan ter atau panah atau senjata seperti panah itu sesungguhnya simbol ketajaman pikiran atau tingkat kualitas pikiran, kata kunci dalam Kuningan adalah Suddha jnana atau Kesucian pikiran.
Orang yang memiliki tingkat suddha jnana akan menemukan siddha atau keberhasilan yang disebut siddhi, diharapkan, umat tak akan memiliki berantha jnana atau pikiran kotor alias diselimuti kebingungan.
Hal itu didapat ketika masyarakat memenangkan musuh yang ada dalam tubuh yang disebut dasa indria yang pada intinya Hari Raya Kuningan ini memuja Tuhan dalam keheningan dengan harapan akan muncul div atau sinar suci Tuhan.
Selain panah, dalam Kuningan dipasang endongan yang merupakan simbol perbekalan atau logistik dalam perang, endongan itu bermakna bekal dalam mengarungi kehidupan seterusnya yaitu bekal tiada lain adalah karma atau hasil dari perbuatan.
Jenis sampian yang digunakan pada hari raya Kuningan, diantaranya adalah Endongan, Tamiang, dan Kolem atau Pidpid, endongan merupakan simbol kebijaksanaan, etika, dan peraturan dalam satu wadah sebagai persembahan kepada Hyang Widhi, sedang tamiang merupakan simbol penolak marabahaya, kolem atau pidpid merupakan simbol linggih hyang Widhi, para Dewa dan leluhur kami,”urai Pak Mangku Sri.
Mangku Sri berharap Perayaan hari raya Kuningan esok akan dapat meningkatkan serta menajamkan ingatan umat kepada Sang Pencipta, Ida Sang Hyang Widi Wasa agar selalu mensyukuri atas karunia-Nya serta meningkatkan persatuan dan solidaritas sosial kepada seluruh umat manusia sehingga akan tercipta harmonisasi alam semesta beserta isinya.
Beliau berharap semoga pelaksanaan upacara Kuningan esok berjalan lancar tanpa suatu kendala apapun sehingga tercifta kesentosaan, kedirgayuan mendapatkan perlindungan serta tuntunan secara lahir dan batin, tidak lupa beliau juga mengundang rekan – rekan media agar kiranya dalam kegiatan esok hari dapat menghadiri perayaan kuningan tersebut.
Laporan: IWO Prabumulih.